Sejarah Desa Sambilan, Mantup

          Diceritakan pada zaman penyebaran Agama Islam di Wilayah Kecamatan Mantup, ada seorang kyai yang bernama Pangeran Sedomargi. Beliau masih merupakan kerabat keturunan dari Kerajaan Majapahit. Pangeran Sedomargi lebih dikenal sebagai Mbah Wali, yang merupakan seorang tokoh penyebar Agama Islam yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat dan mempunyai santri yang cukup banyak.
          Diantara murid Mbah Wali (Pangeran Mbah Sedomargi) terdapat seorang janda yang bernama Golia atau yang lebih sering dipanggil sebagai Mbah Golia. Meskipun seorang wanita, Mbah Golia pergi meninggalkan pondokan dan mendirikan sendiri sebuah Santren (Pondokan tempat mengaji dan menimba ilmu-ilmu agama) di daerah Mantup bagian selatan. Lama kelamaan pesantren tersebut mempunyai banyak murid/santri yang akhirnya menetap dan berkeluarga di sekitar Santren sehingga terbentuk suatu Dukuhan/Desa yang belum bernama.
          Dikisahkan juga, Mbah Golia mempunyai seorang putri yang amat sangat cantik. Kecantikannya ibarat berlian yang bertahtahkan bintang-bintang, bak seorang putri Kerajaan Khayangan. Putri tersebut bernama Lumut Ayu. Selain cantik parasnya, Lumut Ayu juga cantik hatinya, baik budi, sopan santun, ramah dan suka menolong terhadap siapa saja, yang membuat siapapun pasti terpesona dan jatuh hati kepadanya. Sehingga tak heran banyak sekali para pemuda dan pangeran yang jatuh hati dan ingin meminangnya menjadi istri.

         Selang waktu berlalu. Lumut Ayu beranjak dewasa dan datanglah seorang pemuda yang meminangnya. Betapa bahagianya hati Lumut Ayu yang akan menikah dengan pemuda tampan sang pujaan hati. Hari dan tanggal pernikahan sudah ditetapkan, semua hal yang dibutuhkan telah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya untuk menghadapi hari yang bahagia tersebut. Masyarakat desa juga bergotong royong turut membantu semua kebutuhan, karena hal ini merupakan pernikahan dari Lumut Ayu, wanita tercantik di desa dan putri dari seorang yang sangat disegani, sehingga semua orang sangat ingin terlibat langsung dengan perhelatan tersebut. Tetapi apalah daya, tangan Tuhan berkehendak lain. Tak ada yang bisa menentukan nasib dan takdir atas apa yang telah Tuhan tentukan. Sang pemuda pujaan hati meninggal sehari sebelum hari pernikahan. Tak diketahui apa penyebab kematian sang pemuda. Dan Lumut Ayu pun hanya bisa menangis meratapi nasibnya.
          Setahun pun berlalu, seiring berjalannya waktu sang Lumut Ayu telah bisa mengobati rasa sakit hatinya yang teramat sangat, datanglah seorang pemuda lain yang datang untuk meminangnya. Tetapi Tuhan masih juga berkehendak sama. Sang pemuda juga meninggal dunia sebelum hari pernikahannya. Hati Lumut Ayu pun hancur kembali. Mbah Golia selalu mendampingi putrinya agar tetap tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan dari Tuhan.
       Begitupun seterusnya, setiap ada seorang pemuda yang meminangnya untuk dijadikan istri selalu berakhir dengan kematian sang pemuda sehari sebelum hari pernikahannya. Hingga sampai pada pemuda yang kesembilan yang ingin meminangnya pun terjadi hal yang sama. Oleh karena itu, penduduk menamakan daerah tersebut dengan SAMBILAN, yang berasal dari sembilan pemuda yang telah melamar Lumut Ayu dan gagal.
         Lumut Ayu begitu terpukul danhampir gila. Kesabaran yang selama ini selalu terpatri ternyata luluh juga. Setiap hari dia hanya duduk merenung di bawah pohon di sendang sambilan sambil menjahit bajunya dengan kain kecil-kecil (menambal). Hingga sampai pada tambalan yang ke seribu, sang Lumut Ayu yang sudah seperti orang gila memakainya dan berjalan dengan linglung ke dekat pohon yang selama ini dia pakai untuk menenangkan diri. Dan di bawah pohon dekat sendang tersebut akhirnya Lumut Ayu mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dengan memakai baju Tambalan, yang karena banyaknya hingga disebut baju tambal sewu.
         Mbah Golia sangat sedih dan terpukul melihat keadaan putri tunggalnya yang sangat cantik. Mbah Golia merasa hancur, beliau merasa sebagai seorang yang sangat disegani, putrinya pun sangat cantik dan baik hati, tetapi mengapa selalu gagal dan gagal lagi menikah hingga harus mengakhiri hidupnya dengan tragis.
Sambil memluk jenazah putrinya, dengan perasaan sedih, marah dan malu, Mbah Golia bersumpah dan mengutuk penduduk desa bahwa “warga desa asli Sambilan yang berparas cantik tidak akan bertahan hidup lebih lama dan akan bernasib tragis”.
        Dan Lumut Ayu pun dimakamkan di dekat pohon di Sendang Sambilan yang saat ini lebih dikenal sebagai Sendang Mbah Golia. Dan dibuatkanlah sebuah candi (Candi Golia) yang dipakai untuk melindungi makam Lumut Ayu dan Mbah Golia yang akhirnya wafat juga dan dimakamkan di dekat makam putrinya. Akhirnya menurut cerita tersebut, sampai saat ini tak ada gadis cantik asli sambilan yang bertahan hidup lebih lama. Jika tidak meninggal waktu kecil, pasti saat remaja juga meninggal dengan mengenaskan. Dan kepercayaan ini masih melekat erat dalam masyarakat Desa Sambilan.
          Sementara baju Tambal Sewu (Klambi Ontokusumo) yang dipakai Lumut Ayu bunuh diri, sampai saat ini masih disimpan di Candi dikeramatkan oleh penduduk sekitar dan dijadikan pusaka Desa Sambilan. Dan setiap hari raya Idul Adha sesaat setelah sholat Ied, baju tambal sewu tersebut selalu dikeluarkan untuk dicuci oleh sesepuh desa atau juru kunci Candi Golia.

2 komentar

Bajim da cerita bisa dibuat pilm
Saluut

Reply

Setuju 😍🙏

Reply

Posting Komentar

CodeNirvana
Newer Posts Older Posts
© Copyright Sempal Lamongan Published.. Blogger Templates
Back To Top